Konsulltasi DPPAPP

Hindari Eksploitasi Anak dalam Kegiatan Politik

Siap Politik

Anak-anak sangat rentan dalam penyalahgunaan kegiatan politik, sebagai contoh pelaksanaan kampanye yang dilakukan di ruang ramah anak, seperti institusi pendidikan, taman bermain hingga kegiatan money politic yang menyasar pada anak. Menurut data dari KPAI, terdapat 55 anak menjadi korban dari pelanggaran penyalahgunaan politik. Namun merujuk pada pasal 15 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik. 


Selain itu, dalam Pasal 280 ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki hak memilih. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin sesuai yang diatur di dalam Pasal 1 angka 34 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Berdasarkan ketentuan tersebut, secara implisit dapat dikatakan bahwa anak dilarang ikut serta dalam kampanye pemilu jika belum berumur 17 tahun.


Sayangnya di tahun 2019, terdapat 55 data dari KPAI dan 56 data dari Bawaslu bahwa telah terjadi pelanggaran penyalahgunaan kegiatan politik yang melibatkan anak sebagai korbannya. Modus pelanggaran kampanye yang melibatkan anak di antaranya:


1. Kampanye dilakukan di tempat atau di lingkungan anak-anak, seperti tempat bermain, tempat penitipan anak dan institusi pendidikan anak.


2. Paslon atau parpol menggunakan masa anak.


3. Anak dijadikan juru kampanye oleh paslon atau parpol tertentu.


4. Anak dijadikan bintang politik saat kampanye atau iklan politik.


5. Anak dijadikan bahan hiburan di atas panggung pada saat kampanye.


6. Anak disuruh bekerja untuk memasang atribut kampanye.


Selain itu, modus pelanggaran kampanye juga dapat berbentuk doktrinisasi anak oleh salah satu paslon atau partai tertentu, money politic yang menjadikan anak sebagai sasarannya, penggunaan atribut yang identik dengan salah satu paslon atau partai tertentu.


Sanksi terkait pelanggaran kampanye yang melibatkan anak di dalam Pasal 493 UU Pemilu yang menyatakan bahwa setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


Berbagai macam cara dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam menyikapi peristiwa ini. Adapun orang tua bisa terus memantau apa yang anak lakukan terutama pada aktivitasnya bermain gadget, mengingat informasi terkait kegiatan kampanye bisa dilihat dan didengar oleh anak melalui media sosial. Orang tua juga bisa mendampingi anak pada saat anak bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya, melihat faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan teman sebaya juga dapat menjadi faktor yang cukup mempengaruhi anak untuk terlibat dalam kegiatan penyalahgunaan politik.


Pada lingkup sekolah, guru dapat membantu mengisi kegiatan luang anak-anak untuk melakukan aktivitas ekstrakurikuler dan/ atau membentuk kelompok belajar agar anak bisa terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak atau belum seharusnya dilakukan di usianya. Saat memberikan materi pelajaran pun, guru bisa memberikan edukasi tentang kegiatan dan isu politik yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat umum namun tetap berpegang teguh pada aturan yang ada bahwa anak tidak bisa terlibat sebelum usianya menginjak 17 tahun. 


Berikan edukasi agar anak mengetahui bahwa apapun kegiatan yang mereka lakukan memiliki sebab-akibat terutama apabila tindakan yang dilakukannya dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain di kemudian hari jika mereka tidak mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Artikel Terkait



Call Center Puspa